Jumat, 06 Januari 2012

Media Massa dan Pendidikan Karakter

Tribun Timur - Jumat, 23 September 2011 20:00 WITA
Share |
Wahyu-Desy-N.jpg
dok tribun
Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar
Berita Terkait



Barang siapa menguasai informasi maka dia akan menguasai dunia. Begitu luar biasanya pengaruh media. Seseorang bisa menjadi begitu terkenal atau terpuruk hanya karena pemberitaan di media massa.
Kasus Paul Wolfowitz dan Sri Mulyani bisa digunakan sebagai contoh. Kejatuhan tragis mereka adalah sukses besar hasil kerja media massa.
Media mengekspos tentang bangkrutnya seorang pengusaha, pengambilan kebijakan yang keliru, juga aneka kasus yang melingkupi keduanya. Padahal kualifikasi mereka sebagai pejabat profesional sangat sulit dicari bandingnya.
Mereka memiliki reputasi kerja terbaik di bidangnya masing-masing. Cerdas, disiplin, dan disegani di tingkat dunia. Tapi semua itu tidak bermakna sama sekali di tangan media massa.
Besarnya pengaruh media massa juga didukung oleh survey yang dilakukan salah satu lembaga penelitian di Amerika Serikat. Hasilnya sungguh menakjubkan, 72 persen masyarakat mengatakan mereka percaya berita tersebut.
Mereka yang mengikuti perkembangan berita setiap hari, melalui televisi dalam negeri (82 persen) dan surat kabar lokal dan nasional (75 persen) lebih percaya terhadap media massa dibanding pemerintah.
Di Indonesia, tingkat kepercayaan itu menghasilakn angka 86 persen untuk kepercayaan terhadap media massa dan 71 persen untuk pemerintah (Mulkan:2007).
Tingginya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media massa seyogianya tidak hanya bisa dimanfaatkan mereka yang memiliki kepentingan politis. Namun juga harus dapat dilihat dengan jeli oleh para praktisi pendidikan.
Misalnya, lembaga yang terkait langsung untuk melakukan rekonstruksi terhadap metode pembelajaran konvesional, departemen pendidikan. Terutama pendidikan karakter pada anak. Hal ini penting untuk segera mendapatkan perhatian, karena pendidikan karakter akan membentuk watak si anak menjadi generasi yang tidah hanya mumpuni namun juga berjiwa intelektual.
Menteri Pendidikan Nasional M Nuh mengatakan, setidaknya ada tiga konsep pendidikan karakter yang harus diaktualisasikan. Pertama, pendidikan karakter yang menumbuhkan kesadaran sebagai makhluk Tuhan. Di sinilah seorang anak dibimbing untuk lebih bersahaja.
Menumbuhkan rasa cinta kasih, dan melihat tindakan kekerasan adalah hal yang merugikan. Baik bagi diri sendiri, apalagi lingkungan sekitar. Turunan dari konsep ini adalah kejujuran dan optimisme melihat setiap kemungkinan yang ada.
Kedua, karakter yang berkaitan dengan keilmuan. Konsep ini menjabarkan tentang pentingnya memantik budaya intelektual anak. Menjadikan seorang anak terbiasa terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan keilmuan. Dari sinilah akan lahir ide-ide kreatif dan inovatif dalam berbagai disiplin ilmu.
Selain itu, meningkatnya kesadaran keilmuan akan turut meningkatkan dominasi pertimbangan rasionalitas di banding emosional. Hal ini diharapkan mampu menekan angka kekerasan yang akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan.
Konsep ketiga, pendidikan karakter yang berkaitan dengan kecintaan dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Hal ini bisa dilakukan dengan menampilkan berita-berita yang sarat dengan pesan edukatif, mengangkat kearifan lokal, dan penanaman kembali nilai-nilai ke-bhenika tunggal ika-an.

Pendidikan Karakter
Jangan lupa untuk memperkenalkan kepada generasi muda, bagaimana para pahlawan menjadikan Indonesia sampai seperti sekarang ini. Kecintaan terhadap Indonesia juga bisa diwujudkan dengan mempergunakan produk buatan dalam negeri.
Ketiga konsep pendidikan karakter tersebut tidak mungkin berjalan tanpa campur tangan media massa. Dengan media massa, ketiga konsep yang juga meliputi ranah kognetif, afektif, dan psikomotorik tersebut dapat tersampaikan ke puluhan juta orang dalam waktu yang hampir bersamaan.
Inilah peran besar media massa yang sulit dilakukan oleh siapapun. Menurut Mulkan (2007), sebagai salah satu kekuatan dunia, media massa memiliki beberapa peran di antaranya; menyiarkan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), dan mempengaruhi (to influance).
Peran inilah yang seharusnya bisa diberdayakan. Menjadi sebagai salah satu solusi dalam melakukan pengembangan berbagai metode pendidikan karakter bagi anak. Kemampuan media massa untuk mendidik sekaligus memberikan pengaruh secara meluas tanpa tersekat ruang dan waktu merupakan keunggulan khusus yang patut untuk dimanfaatkan.
Apalagi konsumen media massa ada di hampir semua kalangan. Baik dari menengah atas, maupun menengah ke bawah. Hal ini tentu sangat menguntungkan bagi pendidik untuk melakukan transfer ilmu kepada pembaca ataupun pemirsanya.
Sayangnya, di Indonesia, dukungan media massa dalam mengembangkan pendidikan masih sangat minim didapatkan. Terutama untuk media elektronik. Televisi, misalnya, media yang paling digemari dan dapat diakses dengan mudah, tampaknya masih belum menunjukkan geliat yang menyenangkan dalam mengembangkan peran edukasinya.
Apalagi jika stasiun televisinya memang berorientasi pada profit. Peran edukasi menjadi sesuatu yang tak diperhatikan karena memang tak mendatangkan banyak keuntungan.

Fungsi Edukasi
Pada stasiun tv swasta, program tentang pendidikan hanya se persekian persen dibandingkan acara hiburan ataupun politik. Kenyataan ini tentu sangat memprihatinkan. Mengingat peran media massa sebenarnya bukan hanya terbatas pada ranah hiburan semata.
Media massa seharusnya juga menjadi media pendidikan dan penyaluran informasi yang menyenangkan. Utamanya bagi anak-anak. Hal ini karena, keunggulan televisi yang mampu menampilkan audio-visual secara bersamaan. Sehingga penjabaran suatu pengetahuan menjadi lebih mudah dicerna.
Salah satu fungsi media massa yang patut dibangun kembali adalah fungsi eduksinya. Dengan sosialisasi yang baik, media massa bisa dijadikan sebagai salah satu solusi pendidikan karakter pada anak bangsa. Tak percaya? Mari kita buktikan. Minimnya muatan pendidikan karakter dalam media massa bisa jadi adalah dosa bersama yang kita lakukan. Keberhasilan media massa dalam mempropagandakan pendidikan karakter hanya akan terlihat jika media massa mau legowo berbagi kolom di setiap penampilannya.
Media massa, secara perlahan namun efektif, mampu membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya. Juga bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari. Itulah mengapa, nilai-nilai yang terkandung dalam pemberitaan media massa seharusnya memberikan manfaat.
Atau setidaknya mengembalikan manusia kepada kodratnya sebagai makhluk sosial dan berbudaya. Sehingga pemulihan dan perbaikan martabat generasi muda dapat segera dilakukan. Bukan malah sebaliknya.
Dengan program pendidikan karakter yang terus berkesinambungan, awal keberadaan media massa sebagai penyedia informasi dapat terealisasikan dengan baik. Dan jika setiap program yang dijalankan mampu menjadi inisiator bagi perbaikan system pendidikan, bayangkan ribuan anak bangsa yang mampu terselamatkan dari kebodohan. Siapa tahu, dengan penanaman pendidikan karakter yang tepat, akan lahir Habibie-Habibie baru di negeri ini. Atau setidaknya mampu melahirkan generasi mumpuni yang tidak hanya tahu cara korupsi.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar